Navigate Your Emotion

23.05



Hi all! 

It’s been 1 purnama yaa gak update blog, harapannya sih 1 semoga aku bisa sering nulis ke depannya.
Mari semua yang percaya katakan, amin! 

Aku udah hampir 2 bulan #StayAtHome dan #WorkFromHome. Kalau sebagian besar orang jadi lebih nyantai dan bingung mau ngapain, aku kebalikannya. Justru kerjaanku nambah banget ketika di rumah, tapi aku bersyukur sih, itu yang membuat ku tetap ‘waras’ berada di rumah. Kalau gak ada yang dikerjain, malah bisa stress! Hahaha.

Hal lain yang menunjang ‘kewarasan’ berada di rumah adalah membaca free e-book dari Josua Iwan Wahyudi. Udah tau Ko Iwan (dipanggil-nya) sejak masih kuliah S1, pembaca buku-bukunya dan pernah datang ke beberapa seminar yang diadain. 
Salah 1 buku Ko Iwan yang dibagiin free adalah ’21 HARI CERDAS EMOSI DI TENGAH KONDISI KRISIS’. Dibaca per-hari dan disarankan membaca bersama teman-teman. I did it! I read it with my 2 close friends, Marjong dan Nia.

Bacaan hari ke-4 menarik sekali, judulnya ‘Navigate Your Emotion’. 

‘Emosi adalah energi, kemana Anda mengarahkan perhatian Anda, akan menentukan arah energi Anda.’

Jadi, jangan sampai energi kita diarahkan ke arah yang salah. Kita harus mengenali apa yang ada di dalam wilayah kendali kita, dan apa yang ada di luar wilayah kendali kita. Kalau kita fokus ke hal-hal di luar wilayah kendali kita, akibatnya energi kita habis sia-sia. Dongkol iya, kecewa iya, tapi percuma, tidak mengubah apapun. Kan di luar kendali kita. 

So, apa yang harus dilakukan? 
Menurut buku ini, ada 2 hal yaitu : 
1. Lakukanlah yang terbaik di area yang bisa anda kendalikan.
2. Serahkanlah kepada Tuhan hal-hal yang tidak bisa Anda kendalikan


Aku mau cerita tentang pengalamanku konsultasi dengan seorang Psikolog. Jadi, di tempat aku bekerja sekarang ada layanan konsultasi gratis dengan Psikolog Profesional. Setelah hampir 1 tahun kerja disana, akhirnya aku coba juga. Keputusan ini lahir dari keresahan aku pribadi.  

Beberapa minggu lalu, ada hari-hari dimana aku seperti orang yang emosian terus. Aku menyimpan ketidakberesan yang membuat aku kesel nyaris di sepanjang hari. Jadi nyaris sepanjang hari sewot gitu. 

Penyebabnya adalah ketidakpuasan aku terhadap rekan kerja ku di tim lain. Jadi di dalam 1 tim besar ada 3 sub-unit lagi. Aku kesal terhadap beberapa teman di sub-unit lain karena mereka tuh gak teliti! Banyak miss disana sini, trus ada hal-hal yang mereka lakukan tidak sesuai dengan standard yang ada dan juga dengan apa yang jadi ekspektasiku. Aku kesel sama mereka, aku juga kesel sama diriku sendiri. Kenapa sih gak bisa jadi orang yang cuek-cuek ajaa? 

Salah satu rekan kerjaku saranin, "Udah sana coba aja konsultasi sama Psikolog". Akhirnya aku mendaftarkan diri. Anyway, dulu aku berpikir kalau konsultasi dengan Psikolog itu tandanya udah mau gila. Haha. Tapi setelah bergaul dan belajar lebih dalam, gak gitu koq. So, gak usah worry ya kalo mau ke Psikolog. 

Jadwal konsultasi pun tiba. Setelah aku bercerita, Psikolog itu bilang, "Iya kita memang harus manage expectation, karena jika kita menaruh ekspektasi terlalu tinggi dengan orang lain, pasti akan kecewa." 

Dalam hati : udah tau! Hahaha (emang suka auban anaknya).

Lalu aku melanjutkan cerita, bahwa yang buat aku kesal adalah karena pekerjaanku banyak yang berkolaborasi dengan pihak lain. "Coba deh kak, pihak lain udah berusaha kasih yang terbaik, trus eksekusinya berantakan. Kan gak enak!", dalihku. 

"Aku juga jadi merasa percuma udah do the best, ujung-ujungnya berantakan!", tambahku.

Lalu si Psikolog masih kasih nasehat yang kurang lebih sama, tapi mungkin dia menangkap ketidakpuasan dalam diriku, dan dia melontarkan pertanyaan yang jadi AHA moment buat aku…

“Kezia pernah gak kamu berpikir bahwa mungkin saja mereka melakukan hal itu karena itu standard pekerjaan dan itu bagian pekerjaan mereka. Jadi terserah mereka donk mau melakukan dengan cara apa?”

Deg….

Iya juga yaa..
Secara bagian pekerjaan, itu sudah di luar job desc aku, mereka bisa saja santai-santai karena mereka berpikir itu adalah area pekerjaan mereka. Sementara aku misuh-misuh sendiri. 

She continued…

“So, batasi ekspektasi-mu. Good banget kalau kamu selalu berusaha do your best untuk setiap hal yang kamu kerjakan, tapi sudah, sampai di situ saja. Setelah pekerjaan itu dioper ke bagian lain, kamu tidak perlu mengharapkan ekspektasi apapun. Itu bukan bagianmu lagi”.

Perkataan itu membuka pikiran ku, dan juga setelah baca buku dari Ko Iwan ini. Seringkali yang membuat hidup kita jadi ribet dan rumit adalah karena kita fokus ke area/hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Udah tau gak bisa dikendaliin tapi rasa hati pengen kontrol semuanya, yaa gak bisa atuh. Abis-lah emosi kita. 

Ini aku bertobat banget sih. Aku tuh sering banget menaruh ekspektasi kepada orang lain, berharap orang lain bisa bertindak, mengerjakan sesuai dengan standard yang aku berikan/buat. Apa akibat-nya? Yaa sering kecewa, marah, terluka dan drop (karena merasa gagal). 

So, Psikolog itu menyarankan, jika memang bisa dikomunikasikan, silahkan. Namun jika setelah dikomunikasikan orang tersebut masih belum berubah, atau mungkin sudah berubah tapi lambat, yaa sesuaikan ekspektasimu.

Semua orang boleh punya ekspektasi (dan menurut aku wajar), tapi ingat ekspektasi itu dikelola, dibatasi, bukan dipaksakan. 

Pertanyaannya balik ke diri kita sendiri…

Sudahkah kita DO THE BEST untuk hal-hal yang ada di dalam area kendali kita? 


You Might Also Like

0 komentar

pliss give your comments to encourage me :)

Subscribe