Gagal Dan Menyesal?

14.46


Tahun 2018 kemarin, aku cuma bikin 1 tulisan, itu juga bukan yang cerita apa gituh. Beberapa teman yang tau aku suka nulis mulai bertanya, koq udah lama nggak nulis? Kenapa kez? Bukannya loe suka nulis yaa? Bukan sekali duakali aku mendapatkan pertanyaan semacam itu. Biasanya aku hanya menjawab dengan : iya nih, lagi banyak kerjaan, sibuk.

Tanpa bermaksud untuk bohong, memang benar tahun kemarin itu sibuk banget tapi bukankah sibuk itu hanya persoalan waktu dan prioritas? Alasan utama-nya adalah karena aku merasa hidup tuh ergghhh banget! Aku merasa tahun 2018 kemarin adalah tahun kegagalan buat aku, sampai di akhir tahun pemikiran ini mulai berubah.

I did a lot of mistakes and also faced a lot of failure last year. Dua yang terbesar adalah soal kerjaan dan hubungan. Let me tell you the story, or at least I will keep this story for memories.
 ***
Bulan Oktober 2017, aku pindah ke perusahaan baru yang lokasi-nya sangat dekat dengan rumah. Selain karena adanya kenaikan gaji yang signifikan, tentu saja jarak rumah-kantor menjadi nilai plus . (Jakarta makin macet bok!). Awal-awal kerja sih baik-baik aja, tapi aku sedikit jengah dengan Division Head yang ‘nyaris’ setiap hari marah-marah dengan teriakan. Belum persoalan ‘trust issue’, tapi ku-pikir yaaudahlah, tidak ada bos yang sempurna.

Seiring berjalannya waktu, aku jadi stress banget di kantor ini. Tugas utama-ku adalah membuat materi dan ngajar training, tapi setiap aku mau ngajar aku selalu nangis! Stress banget! SPV-ku nyaris selalu bilang aku jelek dalam mengajar. Ada satu kejadian yang bikin aku ilfil banget sama SPV-ku, aku jadi sulit sekali untuk respect ke dia. Intinya nggak tahan banget kerja disitu! Singkat cerita, (walaupun belum dapet kerjaan baru), aku ajuin resign di akhir Maret. Tanpa mengurangi rasa hormat, aku tetep one month notice.

Ketika aku mulai cerita ini ke beberapa orang, respon yang didapat juga beda-beda. Ada yang bilang : “Payah banget baru gituh aja udah nyerah, yang namanya bos ya begitu.”, atau yang baik langsung membantu menyebarkan ‘aku’ ke rekan-rekan rekruitmennya. Termasuk Manager Recruitmen di kantor-ku sebelumnya. Sampai suatu hari, aku dipanggil untuk proses psikotest dan interview di salah satu perusahaan di Tangerang. To cut the story, aku diterima oleh perusahaan itu, tapi aku ragu karena lokasi-nya jauh banget! Plus saat itu, orang tua-ku menentang habis-habisan, sempet debat cukup sengit juga :( Akhirnya aku pending.

Beberapa hari kemudian, aku mengikuti proses interview dan psikotest di perusahaan lain. Perusahaan di daerah segitiga emas Jakarta yang sangat bonafid dan aku yakin orang tua ku pasti setuju kalau aku bekerja di tempat ini. Sayangnya, aku tidak dipanggil untuk mengikuti proses selanjutnya dan aku memilih untuk kerja di Tangerang. Setiap hari bolak balik naik kereta, enak sih nggak macet tapi harus bangun pagi banget!
Awal-awal aku kerja, ada rasa penyesalan yang dalam di hati. Andai dulu aku tidak resign dari MPM Finance, mungkin aku nggak perlu kerja jauh-jauh begini, aku nggak perlu mengalami masa-masa melelahkan hati pikiran di perusahaan X itu. Aku harus deal dengan penyesalan dan minder ber-bulan-bulan. Berulang kali bangun, berulang kali jatuh.

Ditambah di bulan Juni kemarin, aku memutuskan untuk menyudahi hubungan-ku dengan Koko Patjar after 3 years and several months. A lot of people ask why and why, tapi aku hanya mau dan mampu menceritakan the main reasons kepada orang-orang terdekatku saja. Sisa-nya? Aku hanya mau dan mampu menjawab : yaah beda visi, bukan jodoh. Aku pikir, mereka tidak perlu tau banyak tentang hidupku. Bulan-bulan awal paska putus adalah masa-masa sulit, a lot of tears, a lot of guilty. Waktu cerita ke anak-anak rohani, aku nggak bisa tahan air mata, sedih banget rasanya nggak bisa kasih teladan yang baik ke mereka, apalagi di usia mereka yang sedang mempersiapkan hubungan serius.
 ***
Dua hal itu membuat aku merasa bahwa aku orang yang paling gagal sedunia. Sampai suatu pembicaraan singkat dengan Bapa Rohani-ku membuka pikiranku. Aku tanya ke dia, kenapa dia nggak marah, nggak ‘menurunkan’ aku dari jabatan pemimpin di Youth karena aku putus?
Dia jawab : karena gue nggak melihat itu sebagai kegagalan hidup loe. Itu proses hidup loe, dan gue lihat loe semakin baik, semakin aktif melayani.

WOW! Salah satu hal yang aku syukuri di tahun 2018 adalah kasih dan penerimaan dari temen-temen di komunitas, anak-anak rohani, teman-teman pemimpin. Mereka nggak pernah ungkit soal aku putus, they just love me. Yang akhirnya membuat aku juga belajar bahwa kasih selalu menjadi obat penawar terbaik untuk segala racun di dalam kehidupan.

We have to realize kalau kita ini bukan orang gagal. Kalau kita menghadapi kegagalan, itu adalah proses hidup supaya kita semakin bergantung pada Tuhan dan semakin mengalami pendewasaan karakter.


You Might Also Like

4 komentar

  1. Hi kez, seneng liat tulisanmu lagi. Selamat tahun baru yaaa.
    Keep fighting yaaa. Memang ada masanya kita bakal menyesali beberapa keputusan yang kata orang "gagal". Tapi ga ada proses ga enak itu yang kita sebut "gagal" tanpa seijin Tuhan. Ga berapa lama lagi kamu bakal bersyukur pernah lewatin masa "gagal" itu.
    2018 emang tahun yang lumayan fiuhhh... Moga2 tahub 2019 jadi lebih kuat dan kokoh dalam Tuhan ya.

    Semangattt!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. wow thankyou kak Lasma for the words! Semangat juga buat Kak lasma dan keluarga =)

      Hapus
  2. Wow.. keep going kez.. be inspiration.. we love you..❤❤

    BalasHapus

pliss give your comments to encourage me :)

Subscribe